Penyu Mati di Gili Trawangan Lombok bukan Disebabkan Riset

  • Bagikan
Tim gabungan menunjukkan bagian dalam carrapace penyu yang masih baik. (ist)
Tim gabungan menunjukkan bagian dalam carrapace penyu yang masih baik. (ist)

Lombok Utara, NTB/zaman – Penyu yang ditemukan mati mengambang di pesisir pantai Gili Trawangan pada 12 November 2022, bukan disebabkan kegiatan riset yang dilakukan terhadap biota karismatik ini. Penelitian yang dimaksud dilakukan oleh tim ICCTF-Bappenas melalui program Coremap-CTI pada Grant Package 2 di Gili Matra. (Meno, Air dan Trawangan).

Kegiatan ini dilakukan pada Bulan Agustus 2022 dengan memasang alat Tagging Satelite Telemetry pada Carapace Penyu menggunakan standar Animal Walfare dan kehati-hatian serta didampingi oleh Dokter Hewan yang berpengalaman dan memiliki track record yag baik pada penyu, DrH I Made Jaya Ratha.

”Penelitian ini bertujuan untuk memantau pergerakan dan persebaran penyu yang berada di perairan Gili Matra, sehingga kita dapat mempelajari faktor-faktor yang berpengaruh pada pergerakan penyu, mulai dari kebiasaan, artah pergerakan, dan lain sebagainya” ujar Muhammad Soimin, Marine Biologist Turtle Specialist Coremap-CTI.

Melalui data ini, harapannya dapat memberikan rekomendasi teknis terkait dengan pengelolaan kawasan yang lebih memiliki perspektif animal walfare, dalam hal ini Biota Karismatik Penyu. Melalui rekomendasi yang diberikan, dapat sekaligus memberikan dampak secara signifikan terhadap keberlanjutan ekosistem pendukung bagi kehidupan penyu di Gili Matra.

Beberapa postingan di sosial media mulai dari 12 November terkait ditemukannya penyu mati dengan alat tagging masih menempel pada carrapace nya membuat banyak statemen yang menganggap penelitian yang dilakukan justru mengakibatkan kematian pada penyu.

Hal ini ditandai dengan beberapa statemen yang menganggap alat tagging dipasang dengan melakukan pengeboran pada carapace penyu dan terlihat noda merah (yang dianggap darah) disekitar alat tagging.

”pemasangan tagging mengikuti panduan dan proses dilakukan sesuai dengan Animal Welfare, sehingga tidak membahayakan hewan yang bersangkutan. Sebelumnya kami melakukan sosialisasi dan edukasi untuk kegiatan ini kepada kelompok masyarakat, dive operator, pemerintah desa, dan pelaku wisata lainnya. Pemasangan diawali dengan membersihkan carrapace dari Marine Fouling dan alga yang menempel, kemudian setelah dipastikan dalam kondisi kering, baru kemduian menempelkan alat tagging dengan perekat khusus yang ramah lingkungan. jadi, tidak ada pengeboran yang dilakukan, justru jika penyu yang ditagging mengalami luka, kami obati terlebih dahulu,” ujar Soimin.

”Setelah terpasang, alat tagging dan sekitarnya diberikan antifouling yang berwarna merah, untuk mengihndari tumbuhnya alga dan marine fouling agar tidak menghalangi transmisi signal telemetry.” antifouling yang dipilih juga sesuai dengan standar animal welfare dan ramah lingkungan sehingga tidak mencemari ekosistem laut, dan tidak berdampak pada penyu. Warna merah ini lah yang sepertinya dianggap sebagai bercak darah akibat pengeboran yang dilakukan”, tambahnya.

Tim gabungan dari Balai Konservasi Dan Sumber Daya Alam (BKSDA) NTB, Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Wilayah Kerja TWP Gili Matra, Kelompok Sadar Wisata, perwakilan masyarakat dan tim Coremap-CTI GP2 mencoba melakukan identifikasi dan investigasi kematian penyu pada 17 November di lokasi langsung.

”Berdasrkan identifikasi yang dilakukan, tidak ditemukan adanya tanda-tanda bahwa kematian disebabkan oleh alat yang dipasang. Justru, faktor kemungkinan lain yang menyebabkan kematian ini,” ujar Mustanadi, Tim BKSDA yang melakukan identifikasi langsung.

Beberapa tanda-tanda yang ditemukan mengerucut pada 3 hal, yaitu karena adanya sampah plastik yang terkonsumsi oleh penyu, faktor usia, atau terkena potasium. Tanda-tanda ini disimpulkan berdasrkan banyak nya jumlah sampah plastik yang ditemukan dipermukaan, kolom dan di dasar perairan gili matra.

”Seringkali penyu keliru membedakan antara ubur-ubur dengan plastik” Ujar Adradjaturn, BKKPN Kupang. Faktor usia bisa jadi salah satu penyebab karena panjang carrapace penyu berukuran lebih dari 80cm. Gendewa, Project Coordinator Coremap-CTI mengatakan bahwa pada saat release, penyu tidak cukup semangat Ketika berada di pasir dan berjalan ke laut, tidak seperti penyu lainnya. ”kami harus mengangkat penyu sampai ke perairan sebelum penyu tersebut mulai berenang kembali,” ucapnya.

Sementara berdasarkan temuan awal oleh masyarakat gili, mata penyu terlihat berlendir dan sedikit berbusa. ”ini seperti terkena sianida dalam potasium di laut” ujar salah seorang dari mereka. Hal ini juga karena diduga masih terjadi dan ditemukan beberapa penggunakan kompresor untuk mencari ikan di perairan gili matra, berdasarkan keterangan masyarkat gili matra dan nelayan sekitar.

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan, BKSDA NTB mngkonfirmasi bahwa penyebab kematian penyu bukan berasal dari aktifitas pemasangan tagging satelit yang dilakukan. (dn)

  • Bagikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *